Sabtu, 08 November 2014





 PASUNGAN KISAH
sampai kapankah akan terus berjalan ibarat deras air sungai menuju lautan, dari rasa tawar menjadi asin dan terus begitu seakan tak berujung. ini bukan kisah kecil sang nabi yang telah dijamin oleh tuhan dengan mu'jizatnya, namun ini adalah kisah kedua anak adam yang telah tertempa oleh era. yang mereka kumandangkan dengan nada melengking hingga parau, bahwa era ini adalah era modern, tidak seharusnya paksa menjadi hakim penetap siapakah yang harus dicintai.

yang telah mampu pupuskan kisah besar laila majnun, siti nurbaya dan pasungan hak untuk memiliki dan di miliki kasih yang dirundung pilu secara merdeka, haruskah selalu hembusan angin yang berwenang untuk mengantarkan wewangian aroma bedak mu menusuk indra perasa, haruskah merpati yang harus selalu berperan untuk mengantarkan kabar tentang beribu harap dan hayalmu dalam setiap desah nafas dan simpuh pasrahmu diatas sajadah duka penggalan cerita.
tidakkah mereka mengerti tentang tetes air mata itu, tidakkah mereka mengerti tentang dahsyatnya puja dan pujimu. saat gelap malam menggiringmu menuju suram dan buramnya peradaban, karena diantara mereka semua telah terkujur kaku karena perseteruan  harkat dan martabat alam sejarah.
oh... tuhan, untuk dia yang relakan malamnya menjadi siang dan pasarahkan siang untuk menjadi tuli,buta dan lumpuh. karena hanya sangkar emas pasungan cinta yang ditentang oleh mereka!!!. berikan secercah cahaya untuk membuatnya tersenyum lebar bahkan tertawa haru diiringan linang air mata saat tangan halus itu mampu meraih uluran tangan kasih yang dia kasihi dalam detak nadi do'anya dan desah nafas tasbih, pujangga yang tak akan pernah lapuk karena timbunan zaman pasungan.
bukan ingin aku menghasut dan memaksa untuk melawan taqdir. namun ini isyarat hati kecil (nurani) yang engkau titipkan kepadaku untuk senantiasa dipertaruhkan demi agungnya nama yang terpatri diantara mereka (wanita) terindah, saat mata hati memandang dibalik tabir kejamnya pertentangan hak dan kewajiban untuk berlabuh dalam satu kata cinta menuju kematian rasa untuk tidak lagi mengingkari titah sang pencipta hati untuk mencita dan dicinta atas namanya.
tidakkah butiran air mata yang mengalir dipipi membasahi sujud dan simpuh kala lantunan asmamu disaksikan semunya malam dan kaku gerak dedaunan mengantarkan harap ini menjadi asa tiada tara, ataukah masih banyak tangiskah diantara waktu ini. agar cinta tak akan kunjung dusta hingga cerita menjadi sejarah dibalik nisan pengagum cinta. 


Jumat, 07 November 2014

monoment arek lancor sejarah kabupaten pamekasan yang berperan sebagai jantung kota

pagelaran musik daul (tong-tong) dalam ejaan madura, dengan sentuhan kreatif tangan budayawan musik tradisional pamekasan secara khusus madura umumnya

mesjid agung sumenep dengan arsitektur warisan leluluhur

panorama madura untuk indonesia:  KIDUNG RINDU UNTUK TEMPAT MENGADU hati nan risau ...

panorama madura untuk indonesia:  KIDUNG RINDU UNTUK TEMPAT MENGADU hati nan risau ...:  KIDUNG RINDU UNTUK TEMPAT MENGADU hati nan risau dan kacau, saat ranum malam membatasi asa hati dengan tabir sendu nan pilu dia terkasih...
 KIDUNG RINDU UNTUK TEMPAT MENGADU
hati nan risau dan kacau, saat ranum malam membatasi asa hati dengan tabir sendu nan pilu
dia terkasih rela memalingkah wajahnya membuang muka dan lemparkan senyum cibir saat mobil mewah menyapa di depannya dan mengajak dia pergi tinggalkan rongsok motor bebek kekasih yang tidak pernah ingin lekang dalam untaian kata mati dalam cinta, beku dalam kasih dan hancur dalam janji suci abadi.
sungguh tidak beruntung naskah hidup malam itu, sinar bulan kian sendu saat tatapan mata hampa yang di hiasi tetesan air mata karena dusta yang melebihi dusta nila terhadap susu sebelanga dan melebihi buasnya tawon saat menghisap manis madu-madu di taman sari nan asri di bukit hijau negeri angun domba para penguasa.
sungguh malam itu tidak sedikitpun senyum terbatri diantara bibir sang kasih yang tak terkasih, hanya bingung dengan berjuta gumpalan tanya menari-nari riang di dalam hati dan fikirnya, kenapa dia pergi dengan hati harta?, kenapa dia pergi tanpa berfikir nestapa? dan kenapa air mata ini kian tidak terbendung padahal dia yang dusta dan aku akan selalu mencinta sampai mata tak lagi peka menatap buasnya harta?
harta yang dengan leluasa menerkam mangsa tanpa memikirkan rasa hampa karena terbayang rupa, rupa yang kala itu selalu berkata aku tidak akan melangkah sedetikpun jika kau tak mau mengikuti langkahku dalam hitungan detik pula. ohh... siapakah yang harus aku katakan salah malam ini, apakah malam, apakah siang, apakah senja dan apakah diri ini dengan pagi itu, sedangkan aku tidak mengerti dan tidak berani pula untuk menghakimi tuhan yang rela dengan sangat rela menempa aku bercengkrama dengan alam dan di pertemukan dengan dara manis yang telah sudi mengingkari janji manis namun tak sempat kami sucikan diantara manusia yang berakal sehat dengan ma'na saksi.
sehingga dengan mudah melangkah gontai haturkan isyarat selamat tinggal dan mungkin tidak akan bertemu lagi dalam rasa bahagia dan duka diantara persipangan jalan perhelatan nostalgia asa menuju istana megah hati sang pencinta, tapi aku yang akan selalu mencitaimu akan selalu kala itu dalam lubuk hati yang terdalam dan izinkan secercah harap semoga kau akan bahagia bersamanya selamanya... selamat tinggal dan bahagialah dirimu dengan beribu nama maaf diantara sisa perjalanan hidupmu.