Sabtu, 15 November 2014

ingin segera ku pertegas
jalinan itu hanya lalu lalang ibarat terpaan angin hembuskan debu, hingga menempel dikaca-kaca rumah itu, mereka yang menunjukkan mata berkaca-kaca hendak teteskan air mata. sudi untuk angkuh busungkan dada bukan menantang tuhan, tapi hanya kian hari jenuh terasa karena jalinan lalu lalang kisah tak pasti simpang jalannya.
kapan dan dimanakah keadilan itu akan datang, bukan mengundikan nasib atas takdirmu. hanya saja kau berjanji untuk menepati setiap kehendak mereka tatakala mengiba kepadamu, tapi kamu semu dan tak sedikitpun tunjukkan isyarat diantara rinai huja terbitkan mata air di pelataran gurun tandus perhelatan para kabilah mengharap ke wibaan.
oh......hari yang bergemuruh dengan pertentangan dan keangguhan mahluq pengiba, tidakkah kau jenuh persunting sifat itu dalam dekap malam yang dingin dan terik mentari yang mengengat hingga membuat wajah memrah melepuh ibarat naik pitam sang raja saat rakyat tak lagi berkata iya atas titahnya.
titah raja yang dusta dan haus tahtah selalu berani mempertaruhkan nasib budak demi kemaslahatan sesaat, bahkan tidak hanya budak, anaknyapun kerap kali dipertotonkan untuk dijadikan sayembara bahkan tumbal harta, sebut saja dia jelita.
jelita perhiasan dunia yang anggun dengan paras indahnya, senyum manja, tawa sendu, kini dia terperosok angkara murka ayahanda pengundi nasib pelaku sayembara harta dan tahta, dia anggap jelita adalah putri mahkota calon pemegang tahta, harus dipersunting oleh pemuda sebrang dengan mahar kuda putih dan istana megah, sedang jelita hanya punya hati yang tak akan mati untuk memiliki rasa dan keagungan cinta dalam setiap duka dan dusta sekalipun.
karena dia sang indah yang kian masa mampu menerka keagungan hati dengan cinta kasih tanpa belas kasih, bukan karena riuh peradaban sejarah yang bersifat nisby, maka pinta dan harap segeralah kau katakan bahwa engkau ingin mengantarkan dia mempertegas seluruh isyarat hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar